Selasa, 10 Januari 2012

makalah bahasa indonesia tentang puisi


BAHASA INDONESIA TENTANG PUISI
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dalam Menempuh Mata Kuliah Bahasa Indonesia






Disusun Oleh:
                                                Nama  : Syafriadi
                                                NPM   : 110100076
                                                Prody  : kesehatan
                                                Kelas   : B






FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS RATU SAMBAN






Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT dengan rahmat dan karunia-Nyalah saya dapat menyelesaikan tugas  makalah bahasa Indonesia yang berjudul PUISI.Dengan pembahasan yang sederhana agar dapat mudah dimengerti dan pahami. Dalam waktu yang singkat ini mungkin saya tidak dapat mencari bahan dan materi yang memuaskan tapi insya Allah dapat memberikan manfaat yang membacanya, amin.
Saya susun makalah ini untuk memenuhi tugas bahasa Indonesia tentang makalah. Walaaupun saya sudah sedemikin rupa untuk membuat tugas ini akan tetapi saya masih merasakan adanya kekurangan disana-sini sehingga saya berharap saran dan keritik agar saya dapat menyusun makalah dengan lebih baik.saya susun makalah ini dari beberapa sumber diantara lain yaitu internet dan buku-buku. Cukup sekian kata-kata dari saya, apabila adakata yang salah saya mohon maaf.







                                                        Arga Makmur, 11 November 2011




DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB.I
PENDAHULUAN 3
BAB.II PUISI
pengertian 4
unsur – unsur puisi 5
jenis puisi 6
perbedaan dan persamaan
 puisi lama dengan puisi baru…………………………....……………………………7

BAB.III
penutup……………………………..…………………………………………………17

DAFTAR PUSTAKA ..……………………………………………………………….18

 





BAB.I             
PENDAHULUAN
Pada saat tahun 70-an puisi sangat digemari para pujangga. Pembuktianya pun ada, contohnya pada zaman dulu ada lagu yang liriknya dari puisi.pada saat masa kejayaan puisi, puisi tidak hanya sebagai ungkapan cinta terhadap lawan jenis tapi juga ada sebagai kritik atas pemeritah, untuk seseorang yang berjasa, atau pun seseorang yang mereka benci. Tapi sekarang puisi tidak terlalu digemari lagi itu dikarenakan perbandingan kemajuan teknologi tidak sebanding dengan pemikiran dan perasaan masyarakat sehingga seseorang lebih mengutamakan keinstalan dari pada suatu perosesnya.

Karena perbandingan tak seimbang tadi sehingga masyarakat terutama para remaja tidak lagi terlalu tertarik kepada puisi, bukan itu saja puisi yang sangat terkenal pun sudah mulai dilupakan. Makin lama masyarakat akan makin lupa tentang puisi seperti :  jenis – jenisnya, setrukturnya, perbedaannya, dan lain-lain.

Untuk itu saya membuat makalah ini berjudul  “puisi” agar kita dapat mengingatnya, mempelajarinya, dan juga memahami perbedaannya, dan strukturnya lebih jelas sehingga kita dapat membuat puisi sendiri. Apa bila kita sudah bisa membuat puisi dan lebih mengerti perbedaan juga strukturnya Sehingga kita generasi baru dapat mempopulerkan puisi kembali.



BAB. II                                                 
PENGERTIAN
Puisi (dari bahasa Yunani kuno: ποιέω/ποιῶ (poiéo/poió) = I create) adalah seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya.
Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Beberapa ahli modern memiliki pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas. Selain itu puisi juga merupakan curahan isi hati seseorang yang membawaa oraang lain kedaalam keaadaan hatinya.
Baris-baris pada puisi dapat berbentuk apa saja (melingkar, zigzag dan lain-lain). Hal tersebut merupakan salah satu cara penulis untuk menunjukkan pemikirannnya. Puisi kadang-kadang juga hanya berisi satu kata/suku kata yang terus diulang-ulang. Bagi pembaca hal tersebut mungkin membuat puisi tersebut menjadi tidak dimengerti. Tapi penulis selalu memiliki alasan untuk segala 'keanehan' yang diciptakannya. Tak ada yang membatasi keinginan penulis dalam menciptakan sebuah puisi. Ada beberapa perbedaan antara puisi lama dan puisi baru
Namun beberapa kasus mengenai puisi modern atau puisi cyber belakangan ini makin memprihatinkan jika ditilik dari pokok dan kaidah puisi itu sendiri yaitu 'pemadatan kata'. kebanyakan penyair aktif sekarang baik pemula ataupun bukan lebih mementingkan gaya bahasa dan bukan pada pokok puisi tersebut.
Didalam puisi juga biasa disisipkan majas yang membuat puisi itu semakin indah. Majas tersebut juga ada bemacam, salah satunya adalah sarkasme yaitu sindiran langsung dengan kasar.
Dibeberapa daerah di Indonesia puisi juga sering di nyanyikan dalam bentuk pantun. Mereka enggan atau tak mau untuk melihat kaidah awal puisi tersebut.






Unsur-unsur puisi meliputi struktur fisik dan struktur batin puisi
Struktur fisik puisi terdiri dari:
  • Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
  • Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
  • Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
  • Kata konkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
  • Gaya bahasa, yaitu penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Gaya bahasa disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
  • Rima/Irama adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup:
  1. Onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.),
  2. Bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya
  3. Pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Rima sangat menonjol dalam pembacaan puisi.





Struktur batin puisi terdiri dari
  • Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
  • Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
  • Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
  • Amanat/tujuan/maksud (itention); yaitu pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca














JENIS PUISI
                              Jenis puisi terdiri dari puisi lama, puisi baru, dan puisi kontenporer
A. Puisi lama
Gurindam, Pantun, Syair, dan Talibun merupakan bagian dari puisi lama. Pengarang karya sastra lama termasuk puisi lama biasanya anonim atau tidak diketahui.

Berikut ini adalah contoh puisi lama:


# Gurindam
Gurindam adalah jenis puisi lama yang terdiri atas 2 baris, semuanya merupakan isi dan menunjukkan hubungan sebab akibat

contoh:

Cahari olehmu akan sahabat
yang dapat dijadikan obat

Cahari olehmu akan guru
yang mampu memberi ilmu

Cahari olehmu akan kawan
yang berbudi serta setiawan

Cahari olehmu akan abdi
yang terampil serta berbudi


# Pantun
merupakan jenis puisi lama yang terdiri atas 4 baris, memiliki rima (persamaan bunyi) dengan baris pertama dan edua merupakan sampiran dan baris ketiga dan ke empat merupakan isi

Contoh:

Tanam melati di rama-rama
Ubur-ubur sampingan dua
Biarlah mati kita bersama
Satu kubur kita berdua
(Roro Mendut, 1968)


# Syair
Syair merupakan puisi lama yang terdiri atas 4 baris per bait. Semua baris merupakan isi

Contoh:

Bulan purnama cahaya terang
Bintang seperti intan
Pungguk merawan seorang-orang
Berahikan bulan di tanah seberang

Pungguk bercinta pagi dan petang
Melihat bulan di pagar bintang
Terselap merindu dendamnya datang
Dari saujana pungguk menentang


# Talibun
Talibun merupakan puisi lama yang hampir mirip dengan pantun, bedanya hanya pada julah baris. Jumlah baris pada talibun lebih dari 4 baris.

Contoh:

Panakik pisau siraut
Ambil galah batang lintabung
Silodang ambil untuk niru
Yang setitik jadikan laut
Yang sekapal jadikan gunung
Alam terkembang jadikan guru
(Panghulu, 1978:2)

B. Puisi baru
Puisi baru disebut puisi modern. Bentuk puisi baru lebih bebas daripada puisi lama. Kalau puisi lama sangat terikat pada aturan-aturan yang ketat, puisi baru lebih bebas. Meskipun demikian, hakikat puisi tetap dipertahankan seperti rima, irama, pilihan kata, dll.
Hakikat puisi ada tiga hal, yaitu:
1. Sifat seni atau fungsi estetika
Sebuah puisi haruslah indah. Unsur-unsur keindahan dalam puisi misalnya rima, irama,
pilihan kata yang tepat, dan gaya bahasanya.
2. Kepadatan
Puisi sangat padat makna atau pesan. Artinya, penulis hanya mengemukakan inti masalahnya.
Jadi, kata-kata perlu dipilih supaya mampu mengungkapkan gagasan yang sebenarnya.
3. Ekspresi tidak langsung
Puisi banyak menggunakan kata kiasan. Bahasa kias adalah ucapan yang tidak langsung. Jadi
dia harus berpikir untuk memilih kata yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya.
A. Rima
Rima adalah persamaan atau pengulangan bunyi. Bunyi yang sama itu tidak terbatas pada akhir baris, tetapi juga untuk keseluruhan baris, bahkan juga bait. Persamaan bunyi yang dimaksudkan di sini adalah persamaan (pengulangan) bunyi yang memberikan kesan merdu, indah, dan dapat mendorong suasana yang dikehendaki oleh penyair dalam puisi.
Rima bisa berupa (1) pengulangan bunyi-bunyi konsonan dari kata-kata berurutan (aliterasi), (2) persamaan bunyi vocal dalam deretan kata (asonansi), (3) persamaan bunyi yang terdapat setiap akhir baris.
B. Irama
Irama sama dengan ritme. Irama diartikan sebagai alunan yang terjadi karena pengulangan dan pergantian kesatuan bunyi dalam arus panjang pendek bunyi. Jadi, irama dikatakan memiliki (1) pengulangan, (2) pergantian bunyi dalam arus panjang pendek, dan (3) memiliki keteraturan.
Contoh:
Piring putih piring bersabun
Disabun anak orang Cina
Memetik bunga dalam kebun
Setangka saja yang menggila
C. Diksi
Diksi adalah pemilihan kata untuk menyampaikan gagasan secara tepat. Selain itu, diksi juga berarti (1) kemampuan memilih kata dengan cermat sehingga dapat membedakan secara tepat nuansa makna (perbedaan makna yang halus) gagasan yang ingin disampaikan, dan (2) kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa.
Kemampuan memilih dan menyusun kata amat penting bagi penyair. Sebab, pilihan dan susunan kata yang tepat dapat menghasilkan (1) rangkaian bunyi yang merdu, (2) makna yang dapat menimbulkan rasa estetis (keindahan), dan (3) kepadatan bayangan yang dapat menimbulkan kesan mendalam.
Misalnya, pemilihan dan penyusunan kata seperti gelombang melambung tinggi, atau
roda pedati berderak-derakatau hilang terbangat au meradang menerjang, atau hilang rasa,
selain menimbulkan kemerduan bunyi, juga menimbulkan rasa estetis dan kesan mendalam.
Memilih kata yang tepat memang tidak mudah. Oleh karena itu, menulis puisi kadang- kadang tidak sekali jadi. Puisi yang sudah jadi pun kadang-kadang masih mengalami bongkar pasang kata sampai dirasakan pas oleh penyairnya.
D. Citraan
Ketika membaca puisi, kita sering merasakan seolah-olah ikut hanyut dalam suasana yang diciptakan oleh penyair di dalam puisinya. Ketika penyair mengungkapkan peristiwa yang menyedihkan kita ikut larut dalam suasana sedih. Demikian juga kalau penyair mengungkapkan perasaan dendam, kecewa, marah, benci, cinta, bahagia, dan sebagainya.
Citraan adalah gambaran angan yang muncul di benak pembaca puisi. Lebih lengkapnya, citraan adalah gambar-gambar dalam pikiran dan bahasa yang menggambarkannya. Wujud gambaran dalam angan itu adalah “sesuatu” yang dapat dilihat, dicium, diraba, dikecap, dan didengar (panca indera). Akan tetapi, “sesuatu” yang dapat dilihat, dicium, diraba, dikecap, dan didengarkan itu tidak benar-benar ada, hanya dalam angan-angan pembaca atau pendengar.
E. Makna Denotasi dan Makna Konotasi
Pada dasarnya, kata memang selalu mengacu pada makna referensinya, yaitu makna yang
ada dalam pikiran pemakainya. Makna yang demikian itu tertulis dalam kamus. Misalnya, kata
kursi maknanya ‘tempat duduk berkaki dan bersandaran’. Makna yang demikian disebut makna
denotatif.
Kata, selain bermakna denotatif, juga bermakna konotatif. Makna konotatif adalah makna yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan oleh pembicara atau pendengar. Dengan kata lain, makna konotatif adalah makna tambahan yang timbul berdasarkan nilai rasa seseorang. Katahujan dalam kamus berarti ‘titik-titik air berjatuhan dari udara lewat proses pendinginan’. Tetapi kata hujan bisa berarti ‘rahmat’ bagi petani dan ‘petaka’ bagi orang Jakarta.
Memparafrasekan sebagai Sarana Memahami Puisi
Di samping kata-kata bermakna konotasi, kekhasan lain dari bahasa puisi adalah bersifat padat dan singkat. Kata-kata dirangkai secara implisit atau tanpa penghubung. Sebenarnya, dalam struktur kalimat, penghubung sangat berperan untuk memperjelas makna. Selain itu, enjambemen atau pemutusan dan pergantian baris dalam puisi sering kali tidak sesuai pola-pola bentuk bahasa. Frase atau kalimat diputus pada bagian yang tidak tepat sehingga dapat mengacaukan pemahaman maknanya.
Oleh karena itu, agar dapat memahami makna puisi sedekat mungkin dengan yang dimaksudkan penyair, sebelum menafsirkannya, sebaiknya kita memparafrasekan puisi. Memparafrasekan adalah mengubah teks puisi menjadi sebuah prosa atau mengembalikan teks puisi ke dalam bentuk tuturan yang lengkap. Kata-kata penghubung yang lepas dikembalikan lagi pada posisinya. Secara mudah, paraphrase dapat dilakukan dengan menceritakan kembali isi puisi dengan menggunakan kata-kata sendiri secara bebas.









Perbedaan dan Persamaan Puisi Lama dengan Puisi Baru /Modern

1.Perbedaan Puisi Lama dan Puisi Modern
-Puisi Lama terikat pada aturan tata bahasa sedangkan puisi baru tidak terikat pad aturan apapun
-Puisi Lama tidak menyebutkan nama pengarang sedangkan puisi baru nama perengarang disebutkan
-Puisi Lama dibicarakan dari mulut ke mulut sedangkan puisi baru didistribusikan dalam sebuah buku
-Puisi baru lebih bebas dari pada puisi Lama, karena puisi lama biasanya menggunakan pola 444
-Puisi Lama terikat pada rima sedangkan puisi baru tidak
2.Persamaan Puisi Lama dan Puisi Baru yaitu:
-Sama-sama sebagai sarana mengungkapkan perasaan
-Sama-sama mempunyai makna dan arti tertentu

































        D.PUISI KONTEMPORER

PUISI KONTEMPORER DI INDONESIA

Dunia senantiasa berkembang, berubah dari waktu ke waktu. Hidup pun demikinan . Sastra yang merupakan salah satu blantik perekaman kehidupan selalu mencari bentuk yang lebih baru . Hal ini pun sejalan dengan sifat seniman yang selalu ingin menciptakan sesuatu yang baru, yang berbeda dengan sesuatu yang telah ada sebelumnya.
Puisi sebagai bagian dari sastra juga mengalami perkembangan, dari segi bentuk dan nafasnya. Dalam zaman sastra lama Indonesia kita mengenal bentuk-bentuk seperti mantra, bidal,pantun, syair yang kemudian muncul bentuk-bentuk puisi baru pada tahun 1930-an m misalnya saja sonata,kwatren,terzina,stanza,dan sebagainya. Pada tahun 1045 an dengan khairir anwar sebagai penyair garda depan saat itu memproklamasikan bentuk puisi yang lebih baru yang sering kita kenal dengan bentuk puisi bebas. Lalu pada tahun 1973 kita dikagetkan dengan munculnya puisi-puisi dengan bentuknya yang aneh dan ganjil menurut ukuran Indonesia. Puisi Kontemporer adalah bentuk puisi yang berusaha lari dari ikatan konvensional puisi iti sendiri. Misalnya saja Sutardji mulai tidak mempercayaik Kekuatan kata tetapi dia mulai berpaling pada Eksistensi bunyi dan kekuatannya. Danarto justru memulai dengan kekuatan garis dalam menciptakan puisi. Puisi kontemporer memang cenderung berbentuk aneh dan ganjil. Di samping Sutardji dan Danarto, juga Sapardi Djoko Damono, penyair lain mencanangkan bentuk puisi ganjil adalah : Ibrahim Sattah, Hamid Jabar, Husni Jamaluddin, Noorca Marendra, dan sebagainya.
Lebih jauh boleh dikatakan bahwa puisi kontemporer seringkali memakai kata-kata yang kurang memperhatikan santun bahasa,memakai kata-kata makian kasar,ejekan,dan lain-lain. Pemakaian kata-kata simbolik atau lambing intuisi,gaya bahasa, irama, dan sebagainya dianggapnya tidak begitu penting lagi.


Puisi kontemporer dapat dibedakan menjadi :
1.Puisi Mbeling
Puisi ini memakai ungkapan yang blak-blakan, sederhana, tanpa menghiraukan diksi konvensional ataupun bunga-bunga bahasa. Biasanya mrngungkapkan kritik pada kehidupan masyarakat, tetapi dengan cara yang lucu dan tak brusaha terlampau berat.
2. Puisi tipografi
Puisi tipografi adalah puisi yang lebih mementingkan gambaran visual dari puisi tersebut. Dalam puisi tipografi seorang penyair berusaha mengekspresikan gejolak hatinya dengan lebih menonjolkan lukisan bentuk dari puisinya di samping melalui kata-kata tentunya.
3. Puisi Yang menentang idiom-idiom
Puisi –puisi semacam ini akan bersifat konvensional. Dengan menentang idiom konvensional maka puisi tersebut tidak lagi menghiraukan hubungan makna setiap kata, bahkan sering terjadi menjungkir balikkan hubungan makna tersebut.


4. Puisi yang membalik-balikkan struktur kata
Puisi ini mterliha mempermainkan suku-suku kata . Sampai-sampai kata-kata itu menjadi tidak bermakna .Tetapi hal itu tidak lantas menghilangkan makna totalitas puisi tersebut . Bahkan terasa menjadi sangat konkret. Dengan deretan kata yang dibolak-balikan susunan suku katanya bila diteriakkan keras-keras seperti teriakan nelayan di zaman bahari dulu . Bunyi-bunyi yang muncul dari kata-kata tak bermakna itu mengangkat imajinasi kita untuk membayangkan situasi pada masa bahari dulu, di mana nenek moyang kita sangat akrab dengan lautan.
5. Puisi yang lebih mengutamakan unsure bunyi
Puisi ini mengingatkan kita pada bentuk puisi mantra pada zaman sastra purba. Puisi mantar pun amat menonjolkan kekuatan bunyi. Bahkan menurut hemat nenek moyang kita dulu semakin kuat bunyi dalam mantara semakin tinggi nilai magis yang terkandung dalam mantra tersebut. Dan ternyata dalam perkembangan sastra Indonesia moderen,ada kencenderungan kembali pada bentuk mantra. Penyair garda depan yang memproklamasikan bentuk mantra ini adalan Sutardji dan ibrahim Sattah.
6. Puisi yang mengkombinasikan bentuk bahasa Indonesia dengan bahasa asing atau bahasa daerah
Puisi ini menggunakan berbagai bahasa dalam mengungkapkan aspa yang dimaksudkannya. Tentu saja hal ini mempersulit pemahaman pembaca yang tidak mengerti dan menguasai bahasa asing maupun bahasa daerah.
7. Puisi yang banyak menggunakan symbol daripada kata –kata atau kalimat.
Simaklah puisi Jeihan berikut ini
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
V
VIVA PANCASILA
( Jeihan )
8. Puisi yang lebih menonjolkan unsure garis atau gambar seperti dalam seni lukis
Perhatikanlah puisi yang cukup membikin heboh kalangan sastrawan di Indone-
Sia :


9. Puisi Konkret
Puisi konkret benar-benar merupakan penyair yang tidak lagi percaya terhadap eksistensi kata. Puisi konkret berusaha meninggalkan peranan kata karena kata dianggapnya terlampau akrab untuk mewadahi penyair. Puisi konkret merupakan puisi yang diciptakan oleh penyair dengan memakai benda-benda yang konkret ( biasanya dengan sedikit mungkin kata , bahkan kalau perlu kata itu dihilangkan) sebagai alat ekspresinya . Misalnya saja puisi Daging Mentah Sutardji Calzoum Bachri, atau puisi Abdul Hadi WM.
Ciri-cirinya puisi kontemporer:
bentuknya itu pasti tidak seperti puisi biasa
pada umumnya bertemakan kritikan
maknanya sangat sulit ditangkap
sering sekali mempermainkan kata di dalamnya

1. Mengidentifikasi tema puisi kontemporer
Perhatikan beberapa puisi Sapardi Djoko Darmono yang termuat dalam buku Duka-Mu Abadi berikut !
(a) SAAT SEBELUM BERANGKAT
mengapa kita masih bercakap
hari hamper gelap
Menyekap beribu kata di antara karangan bunga
Di ruang semakin maya, dunia purnama
Sampai tak ada yang sempat bertanya
Mengapa musim tiba-tiba reda
Kita di mana . Waktu seorang tertahan di sini
Di kuar pengiring jenazah menanti

(b) BERJALAN DI BELAKANG JENAZAH
berjalan dibelakang jenazah angina pun reda
jam mengerdip
tak terduga betapa lekas
siang menepi, melapangkan jalan dunia
di samping pohon demi pohon menundukkan kepala
jam mengambang di antaranya
tak terduga begitu kosong waktu menghirupnya

(c) SEHABIS MENGANTAR JENAZAH
masih adakah yang akan kautanyakan
tentang hal itu ! Hujan pun selesai
sewaktu tertimbun sebuah dunia yang tak habis bercakap
di bawah bunga-bunga mawar, musim yang senja
pulanglah dengan payung di tangan , tertutup
anak-anak kembali bermain di jalan basah
seperti dalam mimpi kuda-kuda meringkik di bukit-bukit jauh
barangkali kita tak perlu tahu dalam tanda tanya
masih adakah ? alangkah angkuhnya langit
alangkah angkuhnya pintu yang akan menerima kita
seluruhnya,, seluruhnya kecuali kenangan
pada sebuah gua yang menjadi sepi tiba-tiba
Dalam tiga puisi Sapadi Joko Damono yang terdapat dalam buku kumpulan puisi Dukamu Mu Abadi terdapat pertautan tema yang membicarakan tentang maut . Sapardi Joko Damono telah membangkitkan kesadaran pembaca akan kematian dan selubung rahasia akan kematian itu sendiri.

2. Memahami isi dan maksud puisi kontemporer
Perhatikanlah contoh-contoh sajak Sutardji Calzoum Bachri berikut ini !
SOLITUDE
yang paling mawar
yang paling duri
yang paling sayap
yang paling bumi
yang paling pisau
yang paling risau
yang paling nancap
yang paling dekap
samping yang paling
Kau ! ( 1981:37 )
“ yang paling mawar “, artinya yang paling mempunyai sifat-sifat seperti mawar, yaitu biasanya warnanya merah cemerlang, menarik, indah dan harum . Jadi kesunyian ( solitude ) itu mempunyai sifat yang paling menarik , indah, serta harum . “yang paling duri” artinya paling menusuk, menyakitkan, menghalangi, seperti duri. ”yang paling dekap” ialah yang paling mesra seperti orang mendekap. Begitulah kesunyian itu. Dan di samping sifat yang paling itu adalah “Kau“ yaitu Tuhan . Jadi, bila orang dalam keadaan yang paling itu, orang akan teringat atau melihat “ Tuhan “ .
perhatikan contoh lain sajak Sutarji Calzoum Bachri

TRAGEDI WINKA & SIHKA
kawin
kawin
kawin
kawin
kawin
ka
win
ka
win
ka
win
ka
win
ka
winka
winka
winka
shika
sihka
sihka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
sih
sih
sih
sih
sih
ka
Ku
( h. 18 )
Sajak tersebut hanya terdiri dua kata “kawin dan kasih” yang dipotong-potong menjadi suku kata-suku kata, juga dibalik menjadi “winka dan sihka” . Pada awalnya kata kawin masih penuh, artinya masih penuh kawin memberi konotasi begitu indahnya perkawinan. Orang yang hendak kawin mesti berangan-angan yang indah bahwa sesudah kawin akan hidup berbahagia, ada suami atau istri dan kemudian akan ada anak, hidup akan bahagia denga kasih saying anak, istri-suami. Tetapi, melalui perjalanan waktu kata kawin terpotong menjadi ka dan win, artinya tidak penuh lagi. Angan-angan perkawinan semula terpotong-potong, ternyata kenyataan setelah kawin berubah. Dalam perkawinan orang harus memberi nafkah, ada kewajiban-kewajiban. Ada anak yang harus dibiayai, bahkan sering terjadi pertengkaran suami-istri, harus membiayai makan, pakaian dan sekolah anak-anak . Ternyata perkawinan itu tidak seperti diharapkan yang penuh dengan kebahagiaan, segala berjalan lancar, tetapi penuh kesukaran. Terbalik artinya kawin jadi winka, kasih pun terpotong-potong menjadi ka dan sih yang kehilangan artinya menjadi : sih-sih-sih-sih-sih saja, bahkan istri atau suami menyeleweng terjadilah perceraian. Nah, terjadilah tragedi winka dan sihka, kembalikan dari angan-angan kawin dan kasih, yang pada mulanya diangankan akan penuh kebahagiaan.

























BAB.III                                             

PENUTUP

Kesimpulan

Puisi merupakan karya seni yang tidak memiliki tolak ukur untuk menggekspresikan sesuatu yang ada dihati dan perasaan seorang pembuatnya

Puisi memiliki struktur antara lain :

1.    Struktur fisik
2.    Strutur batin

Puisi terbagi dari tiga bagian antara lain :

1.    Puisi lama
2.    Puisi baru
3.    Puisi kontemporer
                                                                                                                                




Daftar pustaka

Agni, Binar. 2009. Sastra Indonesia Lengkap. Jakarta: Hi-Fest Publishing.
Arifin, Zaenal E. 2006. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akedemika Pressindo.
Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media Presinfo.
http://21eper.multiply.com/journal/item/40/unsur-ekstrensik-dalam-puisi
http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/home-sastra-teater-penaku-pengertian-fungsi-dan-ragam-sastra/
Mahayana, Maman S. 2007. Ekstrinsikalitas Sastra Indonesia. Jakarta:PT. Raja Grafindo persada


Tidak ada komentar:

Posting Komentar